Ketika Ben Verwaayen tiba sebagai CEO dari BT yang baru pada tahun 2002, BT sedang berjuang akibat dari efek Internet bust.
Perusahaan sedang mengalami hutang akibat eksansi yang cepat selama tahun-tahun booming dan menghadapi situasi harga telecpm yang sangat competitif.
Verwaayen segera me-restrukturisasi tiga lines bisnis BT yaitu: retail, wholesale dan global services. Goal-nya adalah untuk mentransformasikan BT dari perusahaan tradisional telco menjadi pemimpin dunia dibidang networked IT services.
Verwaayen percaya bahwa semua BT services harus memiliki “taste, look and feel” yang sama dan customer experience juga harus sama dengan dimanapun contact point BT diseluruh dunia.
Dia menekankan pentingnya pengelolaan cost yang hati-hati diseluruh lini bisnis dan secara bersamaan harus bisa menemukan sumber revenue yang baru.
Verwaayen berharap IT manjadi alat critical untuk menjadikan transformasi bisnis BT.
Dia mendirikan IT board, sebuah group yang berisi 13 bisnis dan pemimpin IT yang bertanggung jawab terhadap keputusan Investasi IT.
Dalam meeting per quarter, IT board menetapkah arah buat IT, membuat prioritas pendanaan dan me-monitor ROI dari proyek-proyek yang strategis.
Ditahun 2004, Verwaayen membawa Al-Noor Ramji menjadi CIO. Ketika itu, BT punya 4,000 system, lebih dari 6,000 pegawai IT yang bekerja dalam lebih dari 4,300 proyek. Ramji mencatat bahwa lingkungan dari IT perusahaan itu tidak didesign untuk system integrasi atau low cost.
Kemudian dia mendirikan “One IT for One BT” untuk men-konsolidasikan system environment dan menurunkan portfolio proyek.
Dia me-re-organisasikan proyek portfolio BT, menargetkan 3 core bisnis proses BT: lead-to-cash (“selling stuff”), trouble-to-resolve (“fixing stuff”), dan concept-to-market (“innovating stuff”). Ketiga proses ini menetapkan element utama/key dari unifikasi operating model BT dan menyiapkan fokus terhadap IT spending dan alokasi resource.
Ramji memperkenalkan bisnis case proses yang disiplin untuk keputusan pendanaan IT. Dalam proses ini, line of bisnis menyiapkan bisnis case yang berisi detail specific keuntungan bisnis dari sebuah inisiatif, dan IT group menyiapkan input untuk cost, opsi teknologi, pendekatan alternatif dan time frames. Sebagai sebuah rule, bisnis case harus mendemonstrasikan ROI yang bisa diterima BT.
Tidak semua inisiatif bisa memenuhi sebuah halangan buat ROI bagaimanapun. Beberapa inisiatif bisnis adalah bersifat mendasar atau seperti dimandatkan oleh peraturan atau memiliki benefit yang sukar untuk dikuantifikasi. Untuk case seperti ini Ramji akan membutuhkan proposal yang harus disetujui oleh CEO.
Sebagai hasilnya, oleh semua perubahan ini, BT telah mengkonsolidasi sytem environt-nya dan telah membangun platform digital untuk mendukung lead-to-cash, yang pertama dari ketiga proses utama. Perusahaan ini telah menurunkan total IT cost sebesar 14% dan telah memangkas cost dari IT services ketika kecepatan delivery sudah double bahkan triple. Bagian yang terbaik adalah proses funding IT baru dari BT telah mem-fasilitasi transformasi perusahaan ini menjadi bisnis yang bisa berkompetisi dengan Google dan Amazon dalam menyediakan jasa digital dan bisnis proses kedalam pasar.
<>
